PANDANGAN ESTETIKA SENI DARI ZAMAN KE ZAMAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ilmu Sosial Budaya
Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Ibu Muharrina Harahap, S.S, M.Hum.
Disusun Oleh:
Kelompok 6
ILHAM JAYA KUSUMA 10541078114
ACHMAD ZULFIKAR AMIRUDDIN 10541078614
IWANSYAH
JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Pandangan Estetika Seni Dari Zaman Ke Zaman” ini dengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada ibu (……..). selaku dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya.
Tujuan kami menulis makalah ini agar kita mengetahui bagaimana pandangan estetika seni dari zaman ke zaman.
Kami menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik kata maupun tata bahasa. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ………………..………………………………….. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ………………………………... 2
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………. 3
1.3. Tujuan Penulisan…………………………………………. 4
BAB II LANDASAN TEORI…………………………………………….. 5
A. Perkembangan Kesenian dari Zaman ke Zaman……………….. 6
B. Perkembangan Seni Rupa di Indonesia………...…………….… 7
C. Seni Rupa Tradisional Indonesia……….…………………….... 8
D. Perkembangan Seni Indonesia Dari Zaman ke Zaman….…..…. 9
E. Seni Rupa Hindu Budha Indonesia…………………….………. 10
F. Seni Rupa Indonesia Islam………………………………….….. 11
G. Seni Rupa Modern Indonnesia………………………….…….. 12
BAB III PENUTUP……………………………………………………….. 13
A. Kesimpulan………………………………………………...... 14
B. Saran ………………………………………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan Makalah
Ada bermacam-macam pandangan estetika seni di dunia ini. Pandangan terhadap estetika seni kadang tidak bersifat absolute. Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda terhadap estetika seni. Begitupun dengan pandangan estetika seni dari zaman ke zaman. Dan setiap zaman mamiliki factor-faktor pandangan tersendiri terhadap estetika seni pada masanya.
Pandangan terhadap estetika seni sudah mengalami begitu banyak perubahan penilaian yang pernah diciptakan dan berlaku sejak jaman dahulu hingga sekarang. Hal ini dimulai sejak zaman pencerahan atau berakhirnya zaman renaissance yang merupakan zaman ke-emasan dari perkembangan seni barat. Pada abad ke-17 di Barat (Eropa) perkembangan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat segnifikan, kemajuan ini dipicu oleh orang-orang dari kalangan agamais sendiri yang berani merombak dan menentang doktrin-doktrin yang dianggapnya tabu pada agamanya karena tidak sesuai lagi dengan keadaan zaman. Sehingga pada akhirnya Kristen (sebagai agama penguasa di Barat) terpecah menjadi dua yaitu Protestan dan Katolik. Hal ini seakan menjadi pemicu bagi semua bidang ilmu yang telah ada untuk berkembang dengan sangat pesat, tak ketercuali pada estetika.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang ingin kami bahas pada kesempatan kali ini adalah sebagai berikut :
1) Bagaimana pandangan estetika seni dari zaman ke zaman.
2) Bagaimana pandangan estetika seni di Indonesia.
3) Bagaimana sejarah estetika seni.
1.3 Tujuan Penulisan makaslah
1) Memahami Pandangan estetika seni dari zaman ke zaman
2) Memahami dan mengetahui sejarah estetika seni dari zaman ke zaman.
3) Mengetahui pandangan estetika seni Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perkembangan Kesenian dari Zaman ke Zaman
Segala bentuk hasil karya manusia didunia ini tentunya selalu mengalami bentuk perubahan dan perkembangan dari waktu kewaktu, karena tidak akan mungkin karya manusia terjadi begitu saja dan sampai disitu saja. demikian pula halnya dengan karya seni yang dibuat oleh manusia. Tentunya karya seni akan berawal dari bentuk karya yang paling sederhana dengan bahan yang sederhana pula. dan karya seni tersebut akan mengalami perkembangan menjadi lebih baik sesuai dengan jamannya.
berikut akan dijelaskan mengenai perkembangan hasil karya seni manusia dari jama primitif sampai jaman modern.
Seni Primitif
Seni primitif berkembang pada zaman prasejarah, yang mana tingkat kehidupan manusia pada masanya sangat sederhana sekali dan sekaligus merupakan ciri utama, sehingga manusianya disebut orang primitif. Hal ini berpengaruh dalam kebudayaan yang mereka hasilkan.
Mereka menghuni goa-goa, hidup berpindah-pindah (nomaden) dan pekerjaan berburu binatang. Di bidang kesenian, karya seni yang dihasilkan juga sangat sederhana, namun memiliki nilai tinggi sebagai ungkapan ekspresi mereka. Peninggalan karya seni yang dihasilkan berupa lukisan binatang buruan, lukisan cap-cap tangan yang terdapat pada dinding goa, seperti pada dinding goa Leang-leang di Sulawesi Selatan, goa-goa di Irian Jaya, dan pada dinding goa Almira Spanyol.
Selain karya lukisan, terdapat juga hiasan-hiasan pada alat-alat perburuan mereka yang berupa goresan-goresan sederhana. Karya seni yang dihasilkan hanya merupakan ekspresi perasaan mereka terhadap dunia misterius atau alam gaib yang merupakan simbolis dari perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan takut, senang dan perdamaian. Ciri-ciri lain dari seni premitif yaitu goresannya spontannitas, tanpa perspektif, dan warna-warnanya terbatas pada warna merah, coklat, hitam, dan putih.
Seni Klasik
Kesenian klasik merupakan puncak perkembangan kesenian tertentu, yang mana tidak dapat berkembang lagi (mandeg). Karya seni yang dianggap klasik memiliki kriteria sebagai berikut :
1) Kesenian yang telah mencapai puncak (tidak dapat berkembang lagi)
2) Merupakan standarisasi dari zaman sebelum dan sesudahnya, dan
3) Telah berusia lebih dari setengah abad.
Selain dari ketentuan itu, suatu kesenian belum bisa dikategorikan seni klasik. Karya-karya seni klasik dapat dijumpai pada bangunan-bangunan kuno Nusantara pada zaman Hindu-Budha dan bangunan-bangunan kuno di Yunani dan Romawi.
Seni Tradisional
Tradisi artinya turun temurun atau kebiasaan. Seni tradisional berarti suatu kesnian yang dihasilkan secara turun-temurun atau kebiasaan berdasarkan norma-norma, patron-patron atau pakem tertentu yang sudah biasa berlaku. Seni tradisi bersifat statis, tidak ada unsur kreatif sebagai ciptaan baru. Sebagai contoh dapat kita lihat pada lukisan gaya Kamasan Klungkung, kriya wayang kulit, kriya batik, kriya tenun, dan sebagainya.
Seni Modern
Seni modern merupakan kesenian yang menghasilkan karya-karya baru. Seniman yang kreatif akan menghasilkan karya seni yang modern, karena di dalamnya ada unsur pembaharuan, baik dari segi penggunaan media, teknik berkarya maupun unsur gagasan/ide. Seni modern tidak terikat oleh ruang dan waktu, baik itu karya yang dihasilkan di masa lampau maupun pada masa kini aslkan ada unsur kreativitasnya. Karya-karya seni rupa modern dapat dilihat pada lukisan karya Van Gogh, Pablo Picasso, Affandi, Basuki Abdullah, Gunarsa, patung karya G. Sidharta, Edi Sunarso, Nuarta, dan sebagainya.
Seni Kontemporer
Kontemporer berarti sekarang atau masa kini. Seni kontemporer memiliki masa popularitas tertentu sehingga seni ini dapat dikatakan bersifat temporer. Seni ini dapat dinikmati pada masa populernya dan apabila sudah lewat maka masyarakat tidak lagi menyukainya. Karya-karya seni kontemporer pada mulanya muncul di Eropa dan Amerika, seperti lukisan karya Andy Warhol dan patung karya Hendri Moore. Belakangan ini, seni kontemporer telah berkembang di berbagai negara yang memiliki gagasan yang unik, seperti berupa patung dari es, lukisan pada tubuh manusia (body painting), seni instalasi, grafity, dan sebagainya.
Seni Kontemporer adalah salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini. Jadi seni kontemporer adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman sekarang. Lukisan kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi terikat pada Rennaissance. Begitu pula dengan tarian, lebih kreatif dan modern.
Ciri-cirinya sebagai berikut:
· Tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman.
· Tidak adanya sekat antara berbagai disiplin seni, alias meleburnya batas-batas antara seni lukis, patung, grafis, kriya, teater, tari, musik, hingga aksi politik.
B. Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
Seni rupa di Indonesia sudah ada sejak zaman prasejarah. Adapun rincian perkembangan seni rupa tersebut, yakni sebagai berikut.
1. Zaman Prasejarah
Pola dasar seni prasejarah Indonesia mungkin bertanggal jauh sebelum masa kedatangan bangsa Austronesia, yaitu sekitar 5.000 tahun yang lalu. Meskipun demikian, melihat kesinambungan gaya dan bentuk yang ada hingga saat ini, mungkin ada beberapa benda yang dibuat dalam kurun waktu begitu tua.
Perkembangan seni rupa di Idonesia dimulai sejak penemuan situs-situs arkeologi pada dinding gua, yaitu berupa lukisan yang terbuat dari arang mineral berwarna sejenis oker (semen), serta ramuan berwarna dari jenis-jenis tumbuhan di sepanjang pantai Kepulauan Indonesia Timur terutamadi Pantai Barat Laut Papua, Kepulauan Kei, Pulau Seram di Maluku, Sulawesi Selatan dan Kalimantan.
Para ahli memperirakan lukisan-lukisan tersebut berkaitan erat dengan upacara-upacara yang bersifat religius magis, yaitu berupa upacara kesuburan dan kematian (siklus hidup subur dan mati). Adapun objek-objek yang dilukis di antaranya :
a. Perahu, sebgai simbol sarana kesuburan dan kematian.
b. Ikan, sebagai makanan utama dan simbol kesuburan.
c. Berbagai jenis reptil, seperti kadal, sisak, tokek, biawak, buaya, dan burung enggang. Di beberapa wilayah Indonesia, kadal digambarkan sebagai “Dewa Bumi”, sedangkan burung Enggang, sebagai “Dewa Atas/Dewa Langit”.
Seni rupa di Indonesia mulai meninjukkan bentuk yang lebih maju pada zaman perunggu yang berlangsung sejak 500 tahun SM. Penemuan suhu tinggi pada teknik peleburan logam dan teknk cor (a’ sire perdue) memperlihatkan tingginya peradaban manusia pada saat itu. Karya seni mewakili zaman perunggu masih bertalian erat dengan upacara-upacara religius magis, seperti neraka, moko, candrasa, patung-patung nenek moyang, serta pembuatan peralatan rumah tangga, peralatan berburu, dan menangkap ikan.
2. Zaman Klasik
Zaman klasik dibedakan menjadi beberapa periode dan masing-masing zaman memiliki ciri dan keunikan tersendiri, antara lain sebagai berikut.
a. Pengaruh Hindu-Budha
Pengaruh Hindu-Budha dalam bidang seni dimulai sejak abad ke-4 M, bersamaan dengan penyebran kedua agama tersebut di Indonesia. Banyak di antara konsep Hindu-Budha mengenai para dewa yang dinyatakan dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk manusia maupun bukan manusia. Bentuk pengaruh Hindu-Budha terhadap karya seni rupa Indonesia antara lain :
1) Seni Patung atau Seni Pahat
Pada patung Hindu-Budha, ragam hias yang paling umum digunakan adalah padma teratai. Padma melambangkan tempat duduk dewa tertinggi, terbentuknya alam semesta, kelahiran Budha, kebenaran utama, tempat kekuatan hayati dan suci bagi kaum Yogin), serta rasa kasih. Bentuk hias yang lain adalh swastika (melambangkan daya dan keselarasan agad raya), kalamakara (terdiri dari kala yang melambangkan waktu, dan makara malambangkan makhluk seperti buaya), serta kinnara yang berwujud setengah manusia dan burung (anggota dari kelompok dewa penghuni langit).
2) Arsitektur
Pengaruh zaman Hindu-Budha dalam bidang seni rupa sangat kental dalam bidang arsitektur, khususnya arsitektur pada bangunan candi. Candi di Indonesia dibedakan menjadi candi Hindu dan candi Budha.
a) Candi Hindu
Arsitektur candi Hindu Indonesia memiliki gaya yang sama dengan India Selatan. Candi Syiwa Lara Jonggrang di Jawa Tengah, misalnya. Candi tersebut melukiskan penafsiran setempat yang terperinci mengenai tempat pemujaan agama Hindu yang menunjukkan ciri Syiwaisme.
b) Candi Budha
Bangunan candi Borobudur, tidak ada hubungan gaya dengan India. Borobudur terdiri atas sepuluh tingkat konsentris. Enam tingkat paling bawah dirancang sebuah bidang persegi, sementara empat tingkat di atasnya merupakan stupa utama berbentuk lingkaran.
3) Seni Kriya
Para ahli sejrah menduga masyaralkat kita mengadakan kontak dengan melalui perdagangan. Masuknya pengaruh Hinduu-Budha dari India memberikan nilai tambah bagi perkembangan seni kriya di Indonesia, terutama dalam teknik menenun kain katun dan sutra. Berpadu dengan keterampilan setempat, seni kriya bahan tenunan pun berkembang menjadi bentuk seni batik.
1) Pengaruh Cina
Hubungan dagang Indonesia dan Cina dimulai antara tahun 250 sampai 400 M, yaitu beberapa ratus tahun sebelum terjadinya berbagai perubahan seni dan budaya secara nyata. Hubungan dagang tersebut berlangsung di kota-kota pelabuhan tempat para saudagar Cina tinggal dan menikah dengan masyarakat setempat.
Walaupun tidak sekuat pengaruh Hindu-Budha, ebudayaan Cina tetap memainkan peranan penting dalam perkembangan seni rupa Indonesia. Pada hakikatnya, pengaruh Cina pada unsur kebendaan (dalam hal bentuk), tanpa tujuan keagamaan dan sosial budaya.
Pengaruh budaya Cina yang tampak pada seni rupa Indonesia antara lain :
a) Arsitektur
Rincian dan kerumitan ukiran kayu yang serupa dengan bagian dalam istana dan masjid juga ditemukan di gerbang mmakam, relief di beberapa candi di Jawa Timur menampakkan pengaruh Cina dalam bentuk liku-liku yang meliuk dan ragam hias awan. Selain itu pengaruh Cina tampak pada pura dan beberapa istana, sejumlah tempat peribadatan, seperti Klenteng, bahkan masjid yang menggunakan keramik dan piring-piring Cina.
b) Peralatan Rumah Tangga
Sejak dulu masayrakat Indonesia yang masih tradisional menggunakan tikar sebagai alas duduk. Sejak abd ke-16 mulai ada perubahan. Para bangsawan istana mulai menggunakan kursi sofa. Perabotan taman, hiasan keramik, dan pot bunga sebagian menggunakan produk Cina.
2) Pengaruh Islam
Pengaruh Islam terhadap seni Indonesia merupakan hasil perdagangan yang dimulai sejak abd ke-11. Para pedagang dari Gujarat, India, membangun permukiman di sepanjang Pantai Timur Sumatra dan Aceh. Selanjutnya pusat-pusat kebudayaan Islam dibangun secara bertahap di Demak dan Jepara.
Pengaruh kebudayaan Islam terhadap seni rupa antara lain sebagai berikut.
a) Pahatan Kubur dan Masjid
Beberapa makam islam paling tua menggunakan nisan bergaya Islam. Batu nisan gaya Gujarat ditemukan di Samudera Pasai (Aceh Utara) dan Gresik. Arsitektur masjid Indonesia pun berbeda dengan yang ditemukan di negara Islam lainnya. Masjid lama dibangun dengan mengikuti prinsip dasar bangunan kayu, dan disertai dengan pembangunan pendapa di bagian depan. Selain itu juga memiliki atap tumpang yang memberikan ventilasi, dan disangga oleh deretan tiang kayu. Masjid-masjid tersebut terdapat di Cirebon, Banten, Demak, dan Kudus. Bagian dalamnya dihiasi pola bunga, satwa, dan bangun berulang. Letak piring-piring China, Vietnam, dan Thailand digunakanuntuk menyamakan lantai berwarna yang ditemukan di masjid Timur Tengah dan Moghul, India.
b) Kaligrafi
Kaligrafi Islam, khususnya kaligrafi Arab, merupakan unsur penting dalam seni hias Islam. Begitu pula dengan seni kaligrafi Indonesia, sebagian besar mendapat pengaruh dari seni kaligrafi Arab. Benda-benda upacara yang ada di istana-istana, seperti belati, tombak, pedang, dan panji-panji sering dihiasi kaligrafi. Selain itu, hiasan kaligrafi juga nampak pada lukisan kaca dan ukiran kayu pada dinding istana. Tokoh wayang juga ada yang dihiasi oleh ragam hias kaligrafi untuk menyamarkan bentuk manusianya.
3) Pengaruh Barat
Kedatangan Portugis (abad 16) dan Belanda (abad 17) ke Indonesia, merupakan awal masuknya pengaruh Barat dalam seni rupa Indonesia. Sampai saat ini pengaruhnya masih tampak pad aberbagai bidang, yakni arsitektur, busana, seni sastera, seni wastra, dan peralatan rumah tangga.
a) Arsitektur
Pengaruh Belanda dalam bidang arsitektur dapat ditemukan pada bangunan-bangunan yang hingga kini masih banyak terdapat di beberapa wilayah nusantara. Gaya arsitektur Belanda ada pula yang dipadukan dengan gaya arsitektur tradisional, seperti ubin, jendela kaca timah, dan teralis besi tempa.
b) Busana
Salah satu contoh pengaruh gaya busana Barat yang masih lestari hingga kini yaitu penggunaan jas. Pada awal kedatangan bangsa Belanda, para penguasa mengambil alih kebiasaan orang Eropa dalam memakai jas yang biasanya dibuat dari beludru dan dihiasi dengan pita emas. Jas dengan gaya tersebut masih sering digunakan untuk upacara istana atau upacara resmi, misalnya busana kenegaraan abdi dalem yang mengiringi kereta kuda Soltan Yogygakarta dan Sunan Surakarta.
c) Peralatan Rumah Tangga
Sebelum kedatangan bangsa Eropa, masyarakat Indonesia biasa duduk di lantai dan tikar. Namun ada beberapa naskah tua yang menerangkan tentang peralatan rumah tangga yang biasa digunakan orang-orang kelas atas pada waktu itu. Misalnya, Piagam Kembang Sri abad 12, menyebutkan hak beberapa orang terhormat untuk menggunakan dipan berukir yang ditutup kain indah ddan hiasan lainnya.
Peralatan rumah tangga Eropa pertama kali muncul di kalangan istana. Pada awalnya Soltan tidak menerima orang Eropa duduk di tempat yang lebih tinggi. Oleh karena itu, Soltan mulai menggunakan kursi, terutama di tempat umum ketika mereka muncul bersama dengan pegawai Belanda. Walaupun peralatan tersebut didatangkan dari Belanda oleh masyarakat kalangan atas, tetapi polanya banyak ditiru oleh pengrajin lokal.
3. Zaman Modern
Seni rupa modern Indonesia diwakili ketika seorang pemuda Jawa, bernama Raden Saleh mendapat kesempatan belajar seni lukis di Belanda pada awal abad ke-19 (pada masa penjajahan). Walaupun ia memiliki bakat yang luar biasa, tetapi ia tidak memberikan pengaruh langsung pada perkembangan seni di Idonesia karena tidak adanya pelukis lain yang sama tingkatannya awal pada abad ke-20.
Setelah Raden Saleh, hanya beberapa seniman yang mencapai ketenaran yang berarti, samapi kemunculan generasi baru yang lebih dikenal dengan pelukis Mooi Indie. Sebagian besar pelukis aliran ini dibimbing oleh seniman Belanda dan mengikuti gaya naturalis romantis. Kelompok ini merupakan cikal bakal seni rupa modern Indonesia. Tiga tokoh di antaranya, yaitu pelukis Abdullah Suryosubroto, Pirngadie, dan Wakidi, menjadi guru beberapa tokoh seni modern di Indonesia.
Di dalam sejarah perkembangan estetika di Barat, cukup banyak tercatat filosof terkemuka yang telah memberikan pandangannya tentang keindahan. Berbagai pandangan filosof Barattentang keindahan lahir sejak zaman Yunani Kuno hingga pada zaman modern dewasa ini. Beberapa pandangan di antara filosof Barat tersebut diuraikan berikut ini.
Socrates (469-369 SM)
Socrates dikenal sebagai ahli pikir pertama Yunani yang membicarakan keindahan. Pembicaraan menarik tentang keindahan yang dilakukan Socrates terjadi ketika berdiskusi dengan Hippias. Di dalam diskusi suatu diskusinya, Sokrates meminta perumusan atas pertanyaan: apakah keindahan itu? Dari mana diketahui bahwa sesuatu itu indah dan yang lain tidak? Katakanlah apa itu indah dan apa itu cantik?
Kata Sokrates: orang jujur adalah jujur karena memiliki kejujuran, bukankah kejujuran itu sesuatu yang tertentu?
Pernyataan keindahan Sokrates yang lebih tegas diungkapkan pada suatu waktu dengan menyatakan bahwa, "Keindahan adalah segala sesuatu yang menyenangkan dan memenuhi keinginan terakhir".
Plato (427-347 SM)
Plato adalah murid Sokrates yang memandang keindahan dengan teori metafisika. Pandangan-pandangannya tentang keindahan dapat ditelusuri melalui dialog symposium yang pernah ia lakukan. Inti pandangannya tentang keindahan antara lain dinyatakan bahwa:
§ Keindahan terlepas dari pengalaman jasmani.
§ Keindahan adalah realitas yang sungguh-sungguh sejenis hakikat yang abadi dan tak berubah-ubah.
§ Keindahan di dalam kehidupan sehari-hari hanyalah keindahan taraf kedua.
§ Untuk mencapai keindahan yang ideal harus melalui cinta. Istilah "cinta" dijelaskan oleh Sokrates dengan mengatakan bahwa "cinta adalah sesuatu yang bertentangan; ia berasal dari keinginan kepada sesuatu yang belum dipunyai dan kecenderungan kepada sesuatu yang belum ada pada diri seseorang".
§ Untuk mengetahui keindahan yang sebenarnya di muka bumi ini kita harus terlebih dahulu mengosongkan pikiran dan membersihkannya dari segala kesalahan dan dosa yang pernah terjadi dan mencoba mengembalikan kesucian jiwa kita.
Pandangan-pandangan keindahan yang dikemukakan Plato menggunakan cara kaum Sufi di dalam memahami hakikat. Hal itu tampak dalam dialognya yang berusaha menunjukkan cara mencapai keindahan mutlak. Simaklah ucapan-ucapan Plato berikut ini yang berusaha menjelaskan cara mencapai keindahan mutlak.
Plato menjelaskan bahwa, orang dapat mencapai tingkat itu dengan cara yang sangat mirip dengan peristiwa bersatunya insan dengan Tuhan dalam keyakinan kaum kebatinan. Orang yang meningkat pengetahuannya mengenai rahasia cinta hingga mencapai titik pada tingkat rahasia terakhir, akan melihat dengan tiba-tiba keindahan yang sangat aneh, yakni bentuk keindahan yang terakhir, keindahan abadi yang tak berubah dan tak mengenal musnah, tak mengenal layu, dan tidak mengenal tambah. Dengan menyapa Sokrates, Plato pun melanjutkan penjelasannya bahwa, tak ada sesuatu di dalam hidup ini yang lebih berharga dari pemandangan keindahan abadi itu. Aku bertanya-tanya, tak ada sesuatu yang lebih indah dari suasana yang dianugerahkan kepada orang yang bernasib dapat merenungkan keindahan murni dalam kejernihan dan kesederhanaannya, jauh dari segala keruhnya tubuh dan aneka ragam sifat kemanusiaan, tak bercampur dengan kesenangan-kesenangan duniawi yang pasti sirna. Orang itu dapat menikmati keberadaannya di hadapan keindahan Ilahi yang tak ada bandingannya. Dari pemikiran mengenai keindahan abadi akan timbul keluhuran budi yang benarnya, bukan dalam bentuknya yang palsu, karena kebenaranlah yang ia ganrungi.
Pernyataan-pernyataan di atas menggambarkan tangga cinta Platonis menuju ke arah pencarian cinta tertinggi, dan cinta tertinggi inilah yang dianggap satu-satunya cinta yang dapat membimbing kita ke jalan yang benar. Mencari keindahan merupakan usaha mencapai keabadian, menyerupai pensucian diri yang membangkitkan rasa cinta dan kesenangan. Tanpa usaha ini, orang dipandang akan mendapatkan dirinya seolah-olah telah ditakdirkan untuk bergumul dengan lumpur kepalsuan barang-barang dunia. Berkat keindahan mutlak yang sederhana dan bersih (tidak bercampur aduk dengan kotornya tubuh jasmani atau segala kepalsuan duniawi), orang dapat mencapai wujud yang mutlak, memperoleh keselarasan semesta dan keharmonisan universal.
Di dalam filsafat Plato, keindahan tidak pernah disederajatkan dengan kehidupan. Keindahan dianggap tidak berwujud di muka bumi. Ia lebih tinggi dan berada di atas alam semesta ini. Akan tetapi, walau jauh perbedaan jarak antara keindahan duniawi dan keindahan mutlak yang sebenarnya, orang dapat menyingkap sinarnya yang cemerlang di antara ide-ide yang berada di atas dunia ini.
Jadi, inti pemikiran Plato adalah memandang keindahan di muka bumi ini sebagai imitasi tak sempurna dari keindahan mutlak.
Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles adalah murid Plato. Pemikiran-pemikirannya mengenai keindahan disimpulkan dari cuplikan-cuplikan tulisannya. Salah satu tulisannya menyebutkan bahwa, "Barang yang terdiri dari bagian yang berbeda-beda tidak sempurna keindahannya, kecuali bila bagian-bagiannya teratur rapi dan mengambil dimensi yang tidak dibuat-buat; karena keindahan hanyalah pengaturan dan keagungan". Jadi, keindahan bagi Aristoteles terdiri dari keserasian bentuk yang setinggi-tingginya. Ia tidak mementingkan pemandangan manusia seperti apa adanya di dalam kenyataan, tetapi menurut bagaimana seharusnya. Pemikiran Aristoteles mengenai keindahan sedikit berbeda dengan pemikiran Plato. Plato memandang idea keindahan mutlak sebagai prinsip transenden di atas subjek dan di atas alam sebagai tauladan asli yang abadi, idea murni yang berada diluar akal. Aristoteles memandangnya hanya sebagai tauladan batin yang terdapat di dalam akal manusia, tidak mempunyai objek yang dapat kita temukan di luar diri kita. Tidak ada suatu ideapun yang melampui batas akal manusia dan alam semesta. Segala sesuatunya ada di dalam diri kita, dan idea itu ada di dalam diri manusia. Kata Aristoteles, "kita tidak menginginkan kegunaan dan kepastian kecuali demi keindahan, tetapi keindahan ini bersatu padu dengan akal manusia".
Demikianlah pandangan-pandangan Aristoteles tentang keindahan. Sesudah Aristoteles tidak ada lagi teori estetis yang dipandang orisinil.
Plotinus (205-270)
Plotinus adalah pendiri Neo Platonis. Ia dikenal dengan filsafatnya tentang pengaliran (emanasi) semua hal dari yang Esa dan semua kembali kepadaNya. Sesuai dengan pemikiran itu, pandangannya tentang keindahan berangkat dari kenyataan duniawi yang kita saksikan dan yang kita alami sehari-hari. Di dalam upayanya mengetahui asal semua hal, termasuk diri manusia sendiri, manusia mulai menempuh jalan kembali tersebut. Di dalam menghadapi kenyataan itu dan di dalam perjalanan kembali ke sumbernya, manusia mengalami sesuatu yang disebut "indah". "Keindahan" itu ia temukan, baik yang terlihat maupun yang terdengar, bahkan juga dalam watak dan tingkah laku manusia. Ia memberikan definisi keindahan sebagai kesatuan, simbolisme, dan keseragaman. Menurut Plotinus, hidup adalah forma dan forma adalah keindahan.
Pandangannya yang lain dikatakan bahwa, keindahan itu adalah pancaran budi Ilahi. Apabila yang hakikat menyatakan dirinya atau memancarkan sinarnya dalam realitasnya yang penuh, itulah keindahan. Seniman adalah orang yang tajam pandangannya, yang dapat melihat keindahan Ilahi.
C. Seni Rupa Tradisional Indonesia
1. Seni Rupa Prasejarah
Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap oleh mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volulme, warna, tekstur dan pencahayaan dengan acuan estetika. Seni rupa dapat dibedakan menjadi 3 macam yakni Seni rupa murni, seni rupa kriya dan seni rupa design.
Seni rupa murni meliputi seni lukis, grafis, patung, instalasi, pertunjukan, keramik, film, koreografi dan fotografi. Seni rupa design kriya meliputi seni arsitektur, design grafis, design interior, design busana dan design produk. Sedangkan seni rupa kriya meliputi tekstil, kayu, keramik dan rotan.
Sifat – Sifat Umum Seni Rupa Indonesia
a. Bersifat tradisional/statis
Dengan adanya kebudayaan agraris mengarah pada bentuk kesenian yang berpegang pada suatu kaidah yang turun temurun
b. Bersifat Progresif
Dengan adanya kebudayaan maritim. Kesenian Indonesia sering dipengaruhi kebudayaan luar yang kemudian di padukan dan dikembangkan sehingga menjadi milik bangsa Indonesia sendiri
c. Bersifat Kebinekaan
Indonesia terdiri dari beberapa daerah dengan keadaan lingkungan dan alam yang berbeda, sehingga melahirkan bentuk ungkapan seni yang beraneka ragam
d. Bersifat Seni Kerajinan
Dengan kekayaan alam Indonesia yang menghasilkan bermacam – macam bahan untuk membuat kerajinan
e. Bersifat Non Realis
Dengan latar belakang agama asli yang primitif berpengaruh pada ungkapan seni yang selalu bersifat perlambangan / simbolisme
D. Perkembangan Seni Indonesia Dari Zaman ke Zaman
Seni Rupa Prasejarah Indonesia
Jaman prasejarah (Prehistory) adalah jaman sebelum ditemukan sumber – sumber atau dokumen dokumen tertulis mengenai kehidupan manusia. Latar belakang kebudayaannya berasal dari kebudayaan Indonesia yang disebarkan oleh bangsa Melayu Tua dan Melayu Muda. Agama asli pada waktu itu animisme dan dinamisme yang melahirkan bentuk kesenian sebagai media upacara (bersifat simbolisme).
Jaman prasejarah Indonesia terbagi atas:
1) Seni Rupa Jaman Batu
Jaman batu terbagi lagi menjadi: jaman batu tua (Paleolitikum), jaman batu menengah (Mesolithikum), Jaman batu muda (Neolithikum), kemudian berkembang kesenian dari batu di jaman logam disebut jaman megalithikum (Batu Besararkofaq), meja batu dll.
2) Seni Rupa Zaman Poleolitikum( Batu Tua )
Karya peninggalanya :
- Kapak gengam ( chopper )
- Batu berwarna ( Chalcedon )
- Lukisan tangan dan babi
3) Seni Rupa Zaman Meseolitikum (Batu tengah)
Karya peninggalannya :
- Mata panah
- Batu penggiling
- Kapak batu
4) Seni Rupa Zaman Neolitikum (Batu Muda/Dasar Kebudayaan Bangsa Indonesia)
Karya peninggalannya :
- Kapak persegi
- Kapak lonjong
- Gelang
- Kalung
- Cincin dari batu berwarna
- Tembikar ( pengaruh masuknya bangsa cina ke Indonesia)
5) Seni Rupa Zaman Megalitikum( Batu Besar )
Karya peninggalannya :
- Menhir-
- Dolmen Kubur batu
- Keranda batu (sarcopagus)
-Punden berundak
- Arca batu
6) Seni Rupa Jaman Logam
Zaman logam di Indonesia dimulai sejak tahun 500 SM, yaitu sejak kebudayaan indo-cina masuk ke Indonesia. Kebudayaan logam di Indonesia hanya mengalami zaman perunggu.disebut zaman perunggu karena banyak ditemukan benda – benda kerajinan dari bahan perunggu seperti ganderang, kapak, bejana, patung dan perhiasan, karya seni tersebut dibuat dengan teknik mengecor (mencetak) yang dikenal dengan 2 teknik mencetak:
` - Bivalve ialah teknik mengecor yang bisaa di ualng berulang
- Acire Perdue ialah teknim mengecor yang hany satu kali pakai (tidak bisa diulang)
E. Seni Rupa Hindu Budha Indonesia
Masuknya agama Hindu-Budha di Indonesia membawa pengaruh yang kuat bagi susunan masyarakatnya. Agama tersebut lahir ratusan tahun yang sebelum masehi. Ajaran Hindu-Buddha mengajarkan etika hidup layaknua menjadi seorang yang suci yang lepas dari hawa nafsu keduniawian. Agama ini hanya berkembang di negara-negara Asia. Di negara-negara Eropa maupun Amerika agama ini kurang pengaruh bagi masyarakat. Di Indonesia agama inilah yang menjadi pelopor terbentuknya kerajaan tua. Kerajaan tua yang dipengaruhi oleh ajaran Hindu-Buddha adalah Kutai, Tarumanegara,Kalingga, Sriwijaya, Mataram Jawa Tengah, Kahuripan, Kediri, Singosari, Majapahit, Sunda dan Bali.
Pengaruh Kebudayaan Hindu-Buddha Terhadap Masyarakat di Indonesia
Kebudayaan Hindu-Buddha yang dibawa oleh orang-orang India lambat laun diadopso oleh masyarakat Indonesia. Sudah barang tentu kemudian mempengaruhi tatanan kehidupan masyarakat Indonesia secara umum. Sebelum datangnya orang India Indonesia sebenarnya juga memiliki kebudayaan asli yang berkembang dan tumbuh di kalangan masyarakat. Datangnya orang-orang India ke Indonesia menyebabkan bertemunya dua kebudayaan yang berlatar belakang berbeda. Pertemuan inilah yang disebut dengan akulturasi budaya, yaitu bertemunya dua kenudayaan yang kemudian menjadi budaya baru yang dipengaruhi oleh kedua budaya yang bertemu. Bertemunya dua kebudayaan ini menghasilkan unsur-unsur kebudayaan baru yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Tetapi pada kenyataannya unsur kebudayaan India lebih mendominasi dari proses akulturasi budaya akibatnya masyarakat Indonesia mulai terpengaruh dengan kebudayaan India dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Adapun hasil akulturasi tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal.
Bangunan Candi
Bangunan candi sering ditemukan di daerah Jawa. Bangunan ini digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan peribadahan. Candi adalah istilah yang digunakan untuk menyebut semua banginan peninggalan di Indonesia, terutama di Jawa tengah dan Jawa Timur, yang dipengaruhi oleh arsitektur Hindu-Buddha. Dalam agama Hindu, candi adalah dijadikan sebagai semacam pemujaan dewa belaka. Oleh karena itu, dalam candi Buddha di dalamnya tidak terdapat peti pripih dan arcanya tidak mewujudkan seorang raja.
Seni Rupa
Seni rupa adalah suatu hasil cipta karya manusia yang bertujuan untuk menghibur masyarakat. Di Indoneisa ada banyak seni yang berkembang, diantaranya adalah seni rupa, seni tari, dan seni teater. Tetapi seni yang dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha adalah seni rupa Hindu-Buddha ditampilkan baik secara antropomorfik(pengenaan ciri-ciri manusia pada binatang, tumbuhan, atau benda mati) maupun non-antropomorfik. Motif yang paling umum digunakan adalah “teratai” atau padma, yang banyak dijumpai pada seni patung Hindu-Buddha.
Seni Patung
Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha juga terlihat dari seni patung yang terdapat di Indonesia. Peninggalan patung di Indonesia mencerminkan ajaran dari Hindu-Buddha. Peninggalan patung banyak dijumpai di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada masa ini, pembuatan patung dikaitkan dengan candi. Jadi, patung-patung tersebut digunakan untuk melakukan pemujaan dan mengabdi pada agama Hindu-Buddha.
Seni Sastra
Seni sastra adalah seni yang menjadi mendia hiburan bagi masyarakat Indonesia pada masa Hindu-Buddha. Banyak pengaruh ajaran Hindu-Buddha yang mempengaruhi karya sastra Indonesia.
Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul), gambar timbul pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah/ceritayang berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha.
relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang, hal ini menunjukkan bahwa relief tersebut mengambil kisah dalam riwayat hidup Sang Budha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara.
Demikian pula di candi-candi Hindu, relief yang juga mengambil kisah yang terdapat dalam kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana. Yang digambarkan melalui relief candi Prambanan ataupun candi Panataran
Kesenian klasik merupakan puncak perkembangan kesenian tertentu, yang mana tidak dapat berkembang lagi (mandeg). Karya seni yang dianggap klasik memiliki kriteria sebagai berikut : (1) Kesenian yang telah mencapai puncak (tidak dapat berkembang lagi), (2) merupakan standarisasi dari zaman sebelum dan sesudahnya, dan (3) telah berusia lebih dari setengah abad. Selain dari ketentuan itu, suatu kesenian belum bisa dikategorikan seni klasik. Karya-karya seni klasik dapat dijumpai pada bangunan-bangunan kuno Nusantara pada zaman Hindu-Budha dan bangunan-bangunan kuno di Yunani dan Romawi
Rembesan Seni Rupa Masa Hindu-Budha
Seni rupa pada masa Hindu-Budha berkembang pesat. Seni rupa pada zaman ini mendapat pengaruh kuat dari India. Setidaknya ada beberapa ciri dari seni rupa pada masa ini. Pertama adalah bersifat feodal, yaitu kesenian ini hanya berpusat di istana sebagai media pengabdian raja atau pengkultusan raja. Kedua, bersifat sakral yang artinya kesenian sebagai alat untuk upacara agama. Ketiga, bersifat konvensional, yaitu kesenian tersebut bertolak pada suatu pedoman pada sumber hukum dan agama.
Seni rupa dari masa ini terdapat dalam bangunan-bangunan seperti candi, patung-patung dewa atau raja, dan hiasan-hiasan, relief atau ornamen. Ciri bangunannya adalah atapnya yang meninggi seperti kerucut. Terlihat dari bangunan candi yang semakin ke atas bentuk bangunannya semakin mengerucut. Pola ini mencirikan bahwa semakin ke atas, tingkatan tertentu ditempati oleh sebagian kecil orang-orang suci. Konsep ini sesuai dengan kepercayaan agama Hindu-Budha yang mengenal konsep Moksa, dan Nirwana.
Menurut Onghokham, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kesenian. Pertama, ungkapan kesenian tradisional mempunyai hubungan yang erat dengan alam pikiran penduduk setempat mengenai soal-soal spiritual seperti magis, agama, mistik dan sebagainya. Kedua, seni sangat dipengaruhi oleh organisasi sosial atau politik dari masyarakat tersebut dalam berbagai versinya. Terakhir, pengaruh luar yang mempengaruhinya. Seni rupa dari masa Hindu-Budha pun tentunya mempengaruhi perkembangan seni rupa di Indonesia.
Pengaruh seni rupa masa Hindu-Budha terlihat pada masa sesudahnya, yatu masa Islam. Pada masa Islam, bangunan-bangunan ibadah merupakan bangunan yang banyak mengambil filosofi bangunan masa sebelumnya. Seperti mesjid Demak yang memiliki kubah yang arsitekturnya berundak. Konsep berundak ini terdapat seperti pada candi-candi. Juga makam-makam Islam. Dibuatnya nisan dan makam yang di atasnya didirikan bangunan (astana) merupakan konsep perupaan yang terpengaruh dari masa Hindu-Budha.
F. Seni Rupa Indonesia Islam
Agama Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke 7 M oleh para pedagang dari India, Persia dan Cina. Mereka menyebarkan ajaran Islam sekligus memperkenalkan kebudayaannya masing – masing, maka timbul akulturasi kebudayaan.
Seni rupa Islam juga dikembangkan oleh para empu di istana – istana sebagai media pengabdian kepada para penguasa (Raja/Sultan) kemudian dalam kaitannya dengan penyebaran agama Islam, para walipun berperan dalam mengembangkan seni di masyarakat pedesaan, misalnya da’wah Islam disampaikan dengan media seni wayang.
Ciri – Ciri Seni Rupa Indonesia Islam
a. Bersifat feodal, yaitu kesenian yang bersifat di istana sebagai media pengabdian kepada Raja / sultan
b. Bersumber dari kesenian pra Islam (seni prasejarah dan seni Hindu Budha)
Karya Seni Rupa Indonesia Islam
a. Seni Bangunan
Mesjid
Pengaruh hindu tampak pada bagian atas mesjid yang berbentuk limas bersusun ganjil (seperti atap Balai Pertemuan Hindu Bali), contohnya atap mesjid Agung Demak dan Mesjid Agung Banten.
Istana
Istana / keraton berfungsi sebagai tempat tinggal Raja, pusat pemerintahan. Pusat kegiatan agama dan budaya. Komplek istana bisaanya didirikan di pusat kota yang dikelilingi oleh dinding keliling dan parit pertahanan.
Makam
Arsitektur makam orang muslimin di Indonesia merupakan hasil pengaruh dari tradisi non muslim. Pengaruh seni prasejarah tampak pada bentuk makam seperti punden berundak. Sedangkan pengaruh hindu tampak pada nisannya yang diberi hiasan motif gunungan atau motif kala makara. Adapun pengaruh dari Gujarat India yaitu pada makam yang beratap sungkup
b. Seni Kaligrafi
Agama Islam masuk ke Indonesia abad VII Masehi yang dibawa oleh para saudagar Arab yang datang pertama kali di Indonesia lewat pesisir utara Sumatera. Dari sinilah terbentuk cikal bakal komunitas muslim yang ditengarai dengan pendirian Kerajaan Islam pertama di Aceh. Selanjutnya hampir semua corak seni budaya masyarakat Arab mempengaruhi budaya Indonesia, yang mencakup semua aspek bentuk kesenian, seni suara, musik, sastra, lukis, arca, tari, drama, arsitektur dan lain-lain. Seni kaligrafi menduduki posisi yang amat penting. Seni kaligrafi merupakan bentuk seni / budaya Islam yang pertama ditemukan di Indonesia dan menjadi aset budaya Islam terdepan hingga kini. Kaligrafi Islam dibedakan menjadi dua yaitu tulisan dan lukisan.
Lukisan kaligrafi terbagi menjadi dua yaitu murni dan bebas, yang pertama menggunakan bentuk huruf baku biasanya dibuat oleh lulusan pondok pesantren, sedangkan yang kedua tidak menggunakan huruf baku yang dikerjakan oleh seniman akademik. Aneka bentuk lukisan kaligrafi mengandung dua elemen, fisioplastis dan ideoplastis. Elemen fisioplastis berupa penerapan estetis menyangkut unsur-unsur rupa, bentuk, garis, warna, ruang, cahaya dan volume. Elemen ideoplastis meliputi semua masalah langsung/tidak yang berhubungan erat dengan isi atau cita perbahasaan bentuk.
Diangkatnya kaligrafi sebagai tema sentral dalam melukis, menjadi sejarah penting terbentuknya lukisan kaligrafi Indonesia. Lukisan kaligrafi sangat diperhitungkan dalam kancah seni rupa Indonesia ketika muncul pendalaman-pendalaman spiritual, penghayatan, perenungan yang mengarah ke kedalaman kemanusiaan dan keTuhanan. Sadali dan AD Pirous layak dicatat sebagai pelopor lukisan kaligrafi Islam Indonesia tahun 1960-an. Selanjutnya seni lukis kaligrafi berkembang pesat dengan tokoh seni Amri Yahya di Yogya, yang menggunakan medium batik, di Surabaya Amang Rahman menciptakan surealisme dengan mengambil kekuatan kaligrafi Islam.
Momentum penting pameran seni rupa (seni lukis kaligrafi Islam) mulai marak di dalam maupun di luar negeri, antara lain pada tahun 1975 pameran lukisan kaligrafi pertama pada MTQ Nasional XI di Semarang, pameran pada Muktamar pertama media masa Islam sedunia tahun 1980 di senayan Jakarta, pada MTQ Nasional XII di Banda Aceh tahun 1981, kemudian pada pameran kaligrafi Islam Balai Budaya Jakarta tahun Hijriyah 1405 (1984), disusul pada MTQ XVI di Yogyakarta tahun 1991. Sambutan masyarakat yang mayoritas Islam terhadap pameran-pameran itu tak diragukan. Momentum penting lainnya ketika diselenggarakan festifal Istiglal I (1991) dan II (1995) dengan tema utama seni lukis kaligrafi Islam, yang melibatkan para perupa di antaranya AD. Pirous, Amri Yahya, Hendra Buana, Salamun Kaulam, dan Syaiful Adnan. Mereka menampilkan aneka bentuk, gaya dan ragamnya dari tulisan hingga lukisan, dari ekspresi hingga transendensi illahi
Seni kaligrafi atau seni khat adalah seni tulisan indah. Dalam kesenian Islam menggunakan bahasa arab. Sebagai bentuk simbolis dari rangkaian ayat – ayat suci Al – Qur’an. Berdasarkan fungsinya seni kaligrafi dibedakan menjadi, yaitu:
1. Kaligrafi terapan berfungsi sebagai dekorasi / hiasan
2. Kaligrafi piktural berfungsi sebagai pembentuk gambar
3. Kaligrafi ekspresi berfungsi sebagai media ungkapan perasaan seperti kaligrafi karya AD. Pireus dan Ahmad Sadeli
c. Seni Hias
Seni hias islam selalu menghindari penggambaran makhluk hidup secara realis, maka untuk penyamarannya dibuatkan stilasinya (digayakan) atau diformasi (disederhanakan) dengan bentuk tumbuh – tumbuhan.
G. Seni Rupa Modern Indonnesia
Istilah “modern” dalam seni rupa Indonesia yaitu betuk dan perwujudan seni yang terjadi akibat dari pengaruh kaidah seni Barat / Eropa. Dalam perkembangannya sejalan dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan.
a. Masa Perintis
Dimulai dari prestasi Raden Saleh Syarif Bustaman (1807 – 1880), seorang seniman Indonesia yang belajar kesenian di eropa dan sekembalinya di Indonesia ia menyebarkan hasil pendidikannya. Kemudian Raden Saleh dikukuhkan sebagai bapak perintis seni lukisan modern.
b. Masa seni lukis Indonesia jelita / moek (1920 – 1938)
Ditandai dengan hadirnya sekelompok pelukis barat yaitu Rudolf Bonnet, Walter Spies, Arie Smite, R. Locatelli dan lain – lain. Ada beberapa pelukis Indonesia yang mengikuti kaidah / teknik ini antara lain: Abdulah Sr, Pirngadi, Basuki Abdullah, Wakidi dan Wahid Somantri
c. Masa PERSAGI (1938 – 1942)
PERSAGI (Peraturan Ahli Gambar Indonesia) didirikan tahun 1938 di Jakarta yang diketuai oleh Agus Jaya Suminta dan sekretarisnya S. Sujoyono, sedangkan anggotanya Ramli, Abdul Salam, Otto Jaya S, Tutur, Emira Sunarsa (pelukis wanita pertama Indonesia). PERSAGI bertujuan agar para seniman Indonesia dapat menciptakan karya seni yang kreatif dan berkepribadan Indonesia
d. Masa Pendudukan Jepang (1942 – 1945)
Pada jaman Jepang para seniman Indonesia disediakan wadah pada balai kebudayaan Keimin Bunka Shidoso. Para seniman yang aktif ialah: Agus Jaya, Otto Jaya, Zaini, Kusnadi dll. Kemudian pada tahun 1945 berdiri lembaga kesenian dibawah naungan POETRA (Pusat tenaga Rakyat) oleh empat sekawan: Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mansur
e. Masa Sesudah Kemerdekaan (1945 – 1950)
Pada masa ini seniman banyak teroragisir dalam kelompok – kelompok diantaranya: Sanggar seni rupa masyarakat di Yogyakarta oleh Affandi, Seniman Indonesia Muda (SIM) di Madiun, oleh S. Sujiono, Pusat Tenaga Pelukis Indonesia (PTPI) Djajengasmoro, Himpunan Budaya Surakarta (HBS) dll.
f. Masa Pendidikan Seni Rupa Melalui Pendidikan Formal
Pada tahun 1950 di Yogyakarta berdiri ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) yang sekarang namanya menjadi STSRI (Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia) yang dipelopori oleh RJ. Katamsi, kemudian di Bandung berdiri Perguruan Tinggi Guru Gambar (sekarang menjadi Jurusan Seni Rupa ITB) yang dipelopori oleh Prof. Syafe Sumarja. Selanjutnya LPKJ (Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta) disusul dengan jurusan – jurusan di setiap IKIP Negeri bahkan sekarag pada tingat SLTA.
g. Masa Seni Rupa Baru Indonesia
Pada tahun 1974 muncul para seniman Muda baik yang berpendidikan formal maupun otodidak, seperti Jim Supangkat, S. Priaka, Harsono, Dede Eri Supria, Munni Ardhi, Nyoman Nuarta, dll.
Contoh Seniman :
- Raden Saleh Syarif Bustaman
- Mooi Indi
- Persagi
- Affandi
- Ahmad Sadali
Ciri-ciri dan Unsur Modernisme (Desain dan Seni Rupa)
1. Ciri-ciri seni modern (Desain dan Seni Rupa)
- Minimalis
- Rasionalitas/Rationality
- Dominant bentuk-bentuk geometris
- Tidak ada unsur ornament
- Univeesal
- Fungsionalitas diprioritaskan
- Orisinalitas/kemurnian/purity
- Penguatan dalam konsep
- Kreativitas
- Memutus hubungan dengan sejarah
2. Unsur-unsur Modernisme
- Eksperimen
- Pembaruan (Inovation)
- Kebaruan (Novelty)
- Orisinalitas
Fungsi dan Tujuan Seni Modern
1. Memberi warna baru terhadap kebutuhan manusia baik secara fisik maupun psikis
- Fisik :
Munculnya bentuk-bentuk desain arsitektur yang baru dan desain-desain lainnya seperti alat-alat transportasi, fashion dll
- Psikis:
Mengurangi kejenuhan penikmat karya seni, karena muncul berbagai aliran baru seperti pada seni lukis dan cabang seni lainnya.
2. Meningkatkan popularitas para seniman, karena seni modern selalu menyertakan nama senimannya pada setiap karya yang diciptakan.
3. Memberikan kemudahan masyarakat, karena banyak penemuan-penemuan baru dari hasil eksperimen para seniman modern.
Seniman seni rupa modern Indonesia
1. Raden Saleh (1807 – 1880).
Nama lengkap Raden Saleh yaitu Raden Saleh Syarif Bustaman. Beliau merupakan salah satu seniman modern Indonesia, seni rupa karyanya adalah berupa lukisan. Beliau pernah belajar seni lukis di Belanda. Melihat lukisan Raden Saleh, masyarakat Belanda terperangah. Raden Saleh merupakan seorang pelukis muda yangdapat menguasai teknik dan menangkap watak seni lukis Barat. Oleh karena itu , melihat lukisan Raden Saleh, masyarakat Belanda terperangah. Lukisan-lukisannya yang dibuat Raden Saleh menampilkan ekspresi, ini adalah bukti bahwa Raden Salehadalah seorang romantisis.
Lukisan Raden Saleh yang berjudul “Badai” ini merupakan ungkapan khas karya yang beraliran Romatisme. Dalam aliran ini seniman sebenarnya ingin mengungkapkan gejolak jiwanya yang terombang-ambing antara keinginan menghayati dan menyatakan dunia (imajinasi) ideal dan dunia nyata yang rumit dan terpecah-pecah. Dari petualangan penghayatan itu, seniman cenderung mengungkapkan hal-hal yang dramatis, emosional, misterius, dan imajiner. Namun demikian para seniman romantisme sering kali berkarya berdasarkan pada kenyataan aktual.
Dalam lukisan “Badai” ini, dapat dilihat bagaimana Raden Saleh mengungkapkan perjuangan yang dramatis dua buah kapal dalam hempasan badai dahsyat di tengah lautan. Suasana tampak lebih menekan oleh kegelapan awan tebal dan terkaman ombak-ombak tinggi yang menghancurkan salah satu kapal. Dari sudut atas secercah sinar matahari yang memantul ke gulungan ombak, lebih memberikan tekanan suasana yang dramatis.
Walaupun Raden Saleh berada dalam bingkai romantisisme, tetapi tema-tema lukisannya kaya variasi, dramatis dan mempunyai élan vital yang tinggi. Karya-karya Raden Saleh tidak hanya sebatas pemandangan alam, tetapi juga kehidupan manusia dan binatang yang bergulat dalam tragedi. Sebagai contoh adalah lukisan “Een Boschbrand” (Kebakaran Hutan), dan “Een Overstrooming op Java” (Banjir di Jawa), “Een Jagt op Java” (Berburu di Jawa) atau pada “Gevangenneming van Diponegoro” (Penangkapan Diponegoro). Walaupun Raden Saleh belum sadar berjuang menciptakan seni lukis Indonesia, tetapi dorongan hidup yang diungkapkan tema-temanya sangat inspiratif bagi seluruh lapisan masyarakat, lebih-lebih kaum terpelajar pribumi yang sedang bangkit nasionalismenya.
Noto Soeroto dalam tulisannya “Bi het100” Geboortejaar van Raden Saleh(Peringatan ke 100 tahun kelahiran Raden Saleh), tahu 1913, mengungkapkan bahwa dalam masa kebangkitan nasional, orang Jawa didorong untuk mengerahkan kemampuannya sendiri. Akan tetapi, titik terang dalam bidang kebudayaan (kesenian) tak banyak dijumpai. Untuk itu, keberhasilan Raden Saleh diharapkan dapat membangkitkan perhatian orang Jawa pada kesenian nasional.
2. Mooi Indie
Seni Lukis Masa Mooi Indie ( Hindia Molek)
Penjelasan seni lukis karya Mooi Indie diatas :
Mazhab atau cara pandang kolonialisme Belanda atas negeri jajahannya
yaitu Hindia Belanda ( Indonesia ) yang diasumsikan sebagai alam pedesaan
yang damai, adem ayem dan harmonis.
1. Munculnya usaha dari pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk menciptakan Hindia Belanda yang adem ayem tanpa pemberontakan.
2. Adanya pengaruh penelitian Wallace yang mengatakan nusantara adalah
negeri yang tidak cepat berubah.
3. Ketertarikan seniman-seniman eropa pada keindahan alam Indonesia.
4. Adanya usaha dari pemerintah Hindia Belanda dan pelukis-pelukis asing
untuk mengeksploitasi keindahan alam nusantara untuk dijual kepada para
turis.
Tema Seni Lukis Mooi Indie.Lanskap / Pemandangan Alam.
Ciri-ciri Seni Lukis Mooi Indie.
1. Objek lukisan didominasi oleh unsur gunung, sawah, dan pepohonan, kadang juga air.
2. Cahaya dan warna-warni alam dilukis / digambarkan semirip aslinya.
3. Suasana keindahan alam dilebih-lebihkan.
E. Tokoh-tokoh Pelukis Mooi Indie
1. A AJ Payen.
2. Arie Smith.
3. Raden Saleh
4. Van Dick.
5. R. Abdullah Suryosubroto
6. Mas Pirngadi.
7. Wakidi.
F. Pengaruh Mooi Indie
1. Melahirkan seniman-seniman bercorak naturalis dan realis, seperti :
a. R. Basuki Abdullah
b. RM Sayid
2. Melahirkan corak lukisan Sokaraja Banyumas.
3. Memperkaya corak seni lukis Bali.
4. Menimbulkan penentangan terhadap Mooi Indie yang di pelopori oleh
S.Sudjojono yang pada akhirnya melahirkan PERSAGI ( Persatuan Ahli gambar
Indonesia ).
3. PERSAGI
Masa Cita Nasional Bangkitanya kesadaran nasionalyang dipelopori oleh Boedi Oetomo pada Th.1908. Seniman S. Sudjojono, Surono, Abd. Salam, Agus Djajasumita medirikan PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia). Perkumpulan pertama di Jakarta ini, berupaya mengimbangi lembaga kesenian asing Kunstring yang mampu menghimpun lukisan-lukisan bercorak modern. PERSAGI berupaya mencari dan menggali nilai-nilai yang mencerminkan kepribadian Indonesia yang sebenarnya.Karya-karya seni lukis masa PERSAGI antara lain :
a.) Agus Djajasumita : Barata Yudha, Arjuna Wiwaha, Nirwana, Dalam Taman Nirwana
b.) S. Sudjojono: Djongkatan, Didepan Kelambu Terbuka, Mainan, Cap Go meh.
c.) Otto Djaya: Penggodaan, Wanita Impian
Hasil karya mereka mencerminkan :
d.) Mementingkan nilai-nilai psikologis;
e.) Tema perjuangan rakyat ;
f.) Tidak terikat kepada obyek alam yang nyata;
g.) Memiliki kepribadian Indonesia ;
h.) Didasari oleh semangat dan keberanian;
1. Affandi
Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamat dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak negeri.
Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya.
Semasa hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya lukis. Karya-karyanya yang dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia selalu memukau pecinta seni lukis dunia. Pelukis yang meraih gelar Doktor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974 ini dalam mengerjakan lukisannya, lebih sering menumpahkan langsung cairan cat dari tube-nya kemudian menyapu cat itu dengan jari-jarinya, bermain dan mengolah warna untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan tentang sesuatu.
Dalam perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran ekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya sangat sulit dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal demikianlah yang menambah daya tariknya.
Kesederhanaan cara berpikirnya terlihat saat suatu kali, Affandi merasa bingung sendiri ketika kritisi Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para kritisi Barat, lukisan Affandi dianggap memberikan corak baru aliran ekspresionisme.
Kopi dari lukisan diri yang dibuat oleh pelukis Affandi sendiri.
Saat ini, terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan 300-an di antaranya adalah karya Affandi. Lukisan-lukisan Affandi yang dipajang di galeri I adalah karya restropektif yang punya nilai kesejarahan mulai dari awal kariernya hingga selesai, sehingga tidak dijual.
Sedangkan galeri II adalah lukisan teman-teman Affandi, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal seperti Basuki Abdullah, Popo Iskandar, Hendra, Rusli,Fajar Sidik, dan lain-lain. Adapun galeri III berisi lukisan-lukisan keluarga Affandi.
Di dalam galeri III yang selesai dibangun tahun 1997, saat ini terpajang lukisan-lukisan terbaru Kartika Affandi yang dibuat pada tahun 1999. Lukisan itu antara lain "Apa yang Harus Kuperbuat" (Januari 99), "Apa Salahku? Mengapa ini Harus Terjadi" (Februari 99), "Tidak Adil" (Juni 99), "Kembali Pada Realita Kehidupan, Semuanya Kuserahkan KepadaNya" (Juli 99), dan lain-lain. Ada pula lukisan Maryati, Rukmini Yusuf, serta Juki Affandi.
2. Achmad Sadali (1924 -1987)
Dilahirkan di Garut Wetan, 29 Juli 1924. Ia menempuh pendidikan seni rupa di ITB, di bawah bimbingan Ries Mulder. Ia kemudian memperoleh beasiswa dari Rockefeller Foundation untuk belajar ke Amerika Serikat.
Lukisan Achmad Sadali, “Gunungan Emas”, 1980 ini merupakan salah satu ungkapan yang mewakili pencapaian nilai religius
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Estetika seni adalah sebuah hal menarik bagi manusia, dengan berjalannya zaman estetika berubah menjadi kebutuhan manusia karena estetika seni tidak bisa terpisahkan oleh keseharian manusia, pengembangan estetika akan terus berjalan dan tidak akan terputus oleh zaman.
B. Saran
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Eaton, Marcia Muelder, Persoalan-persoalan Dasar Estetika, Jakarta:Salemba Humanika, 2010.
2. Kartika, Dharsono Sony, Nanang Ganda Prawira, Pengantar Estetika, Bandung: Rekayasa Sains, 2004.
3. Ali Mathius. Estetika Pengantar Filasafat Seni. Jakarta: Sanggar Luxsor, 2011
4. Mudji Sutrisno dan Chris Verhak. Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Kanisius, 1993.